Home » » PADANGAN ORANG JAWA TERHADAP HIDUP

PADANGAN ORANG JAWA TERHADAP HIDUP

Sacrosact | 12.19 | 1komentar

Dalam padangan Jawa sebagaimana tersurat dalam Serat Kridasastra Winardi karangan M.Ng. Mangunwijaya, manusia berasal dari hening atau (Tuhan). Menurut kepercayaan kejawen Dzat Tuhan (ndating Pangeran) itu meliputi alam semesta yang dipandang makro-kosmos (Jagad Gedhe) dan Manusia sebagai mikro-kosmos (Jagad Cilik).
Alam Semesta (Jagad Gedhe) diciptakan Tuhan terkait dengan hidup manusia. Agar hidup manusia selamat, ia harus bisa memahami alam semesta sebagai simbol kekuasaan Tuhan. Alam hidup manusia, oleh Tuhan diberikan arah (kiblat) agar orang Jawa tidak salah arah. Arah tersebut dinamakan keblat papat lima pancer, artinya empat penjuru dan satu di tengah. Kiblat alam ini diawali dari timur (wetan), artinya kawitan (mula). Arah timur adalah awal kiblat sebagai lambang saudara manusia yang disebut kawah. Selanjutnya menyusul selatan (kidul) sebagai lambang darah, barat (kulon) sebagai lambang tali pusar/plasenta, dan utara (lor), lambang adhi ari-ari.


Arah kiblat tersebut dalam hidup manusia senantiasa disatukan atau diseimbangkan. Jika tidak, diantara saudara manusia akan mengganggu hidupnya. Sebaliknya, kalau tercapai keseimbangan dalam berteman dengan empat saudara tadi, keempatnya mau membantu (ngewang-ewangi) pancer. Untuk itu, biasanya orang Jawa mengadakan upacara selamatan dengan sesaji khusus. Sesaji tersebut mencakup tiga hal (ubarampe), yaitu: (1) nasi tumpeng (berbetuk kerucut) lima buah, diletakkan pada tambir dalam posisi empat dan satu di tengah. Tumpeng yang ditengah dibuat paling tinggi atau besar sebagai pancer; (2) bunga setaman lima macam, yaitu mawar merah, melati puti, kenanga hijau, kanthil putih, ndan kanthil kuning. Bunga ini sebagai simbol empat saudara dan pancer; (3) pelita dengan minyak kelapa sebagai lambang hidup.
Manusia sebagai mikro-kosmos sebenarnya perwujudan Badan Kasar (badan wadhag. Badan Wadhag terbentuk dari campuran 4 anasir (unsur), yaitu: api (geni), bumi (tanah), angin, dan air (banyu), sekaligus di dalamnya terletak satu nafsu dengan empat perwujudan (patang perkara) berupa Amarah, Luwamah, Supiah dan Mutmainah.
Anasir Api (agni) berasal dari sinar matahari. Manusia tidak bisa hidup tanpa adanya matahari. Adapun nafsu yang terpancar dari anasir ini adalah nafsu amarah. Nafsu ini memiliki identifikasi warna merah. Perwujudannya dalam badan wadhag adalah darah yang memberi semangat gerak atau tenaga. Apabila nafsu amarah ini lepas tak terkendali secara berlebihan akan merefleksikan sifat-sifat mudah marah (Brangasan). Roh yang menjiwai anasir api adalah roh hewani, yaitu sejenis roh pelikan. Di samping itu dalam suluk sangkan paran disebutkan bahwa nafsu amarah ini kedudukannya di telinga. Itulah sebabnya orang dapat mendengar dan menurut kepercayaan orang Jawa dari telinga inilah sumber kemarahan (atau emosi).
Anasir Bumi (tanah) dalam diri manusia dipercaya berasal dari tanam-tanaman yang dimakan. Sedangkan Nafsu yang terpancar dari anasir ini adalah nafsu Luwamah yang diidentifikasikan berwarna hitam. Adapun fungsi makan berguna dalam pertumbuhan badan wadhag. Apabila nafsu luwamah ini dimanjakan menyebabkan orang suka makan banyak (berlebihan). Kemudian roh yang menjiwai anasir ini adalah roh nabati (sejenis roh tanaman). Dalam kitab suluk sangkan paran disebutkan bahwa nafsu luwamah ini wataknya bisa berbicara, maka kedudukannya di mulut.
Anasir angin berasal dari suasana udara. Manusia hidup tentunya bernafas dengan udara. Dari udara terpancar nafsu supiah yang berwarna kuning. Di dalam diri manusia (badan wadhag) nafsu ini berkedudukan di hidung, dengan perwujudan nafas, sehingga manusia dapat membau segala sesuatu yang sedap dan tidak. Nafas juga menyebabkan manusia memiliki nafsu birahi. Apabila nafsu ini tak terkendali manusia akan menjadi layaknya hewan dan tak akan ada batas kepuasan. Selanjutnya roh yang menjiwai anasir ini adalah roh hewani, sejenis roh binatang. Jika dalam Suluk sangkan paran nafsu supiah berkedudukan di mata, sebagai pancaindera penglihatan. Penglihatan juga dapat memicu nafsu birahi sebagai perwujudan nafsu supiyah.
Yang terakhir adalah anasir air (tirta atau toya) berasal dari semua air yang diminum manusia. Nafsu yang terpancar dari anasir air adalah nafsu mutmainnah warna putih. Perwujudannya dalam badan wadhag juga berupa air yang membentuk badan dan sisanya dikeluarkan dari badan. Pancaran watak dari air menyebabkan manusia mempunyai sifat tentram, tenang, dan suka berfikir serta suka mempelajari hal-hal yang gaib. Adapun yang menjiwai anasir air adalah roh insani, sejenis roh manusia.
Menurut kepercayaan Jawa, apabila janin sudah berusia 9 bulan 10 hari, maka bayi sudah memiliki unsur-unsur tersebut yang pada masing-masing individu dosisnya tentu tidak sama. Inilah yang menyebabkan perbedaan-perbedaan kemampuan pikir, akal, awtak, keinginan-keinginan dan aktivitasnya. Namun, perbedaan itu dapat berubah dengan usaha-usaha tertentu dari orang yang bersangkutan. Misalnya jika anasir merah dan kuning yang dominan maka orang tersebut ada bakat mudah marah dan suka melampiaskan hawa nafsu berlebihan. Tapi jika yang bersangkutan sadar dan insaf kemudian berlaku prihatin dan sering berpuasa maka suasana batinnya dapat mencapai harmoni. Hasilnya rasa tentram dalam hidup. Sebaliknya sekalipun anasir putih (lambang kesucian) yang dominan dan memiliki potensi mengandalikan diri , namun apabila orang ini tidak tahan uji dengan berlaku berangsan atau melampiaskan hawa nafsu dan angkara murka yang berlebihan, maka potensi orang ini dapat tersesat batinya. Akibatnya dia akan mengalami ketidaktenagan hidup atau penderitaan.
Perwatakan dan nasib manusia juga dipengaruhi unsur-unsur kosmos yang tercermin pada waktu seorang manusia dilahirkan ke dunia fana ini. Dalam hal ini mencakup 7 hari, pasaran, bulan dan tahun. Selain itu juga perlu memperhatikan arah angin yang berkaitan dengan hari pasaran, simbol logam, hewan dan dewanya. Semua ini dipakai sebagai dasar perhitungan (petungan, jawa) untuk meramalkan keberuntungan, menentukan perwatakan, menentukan jenis kerja yang cocok, jodoh, dan waktu pernikahan, arah tempat kerja yang menguntungkan, hari-hari baik untuk berpergian, pindah rumah, dan mendirikan rumah dan sebagainya.
Apabila unsur-unsur tadi disimpulkan maka akan menjadi sebagai berikut:
Arah angin
Bathara (dewa)
warna
pasaran
logam
Hewan
Timur
Kamajaya
Putih
legi
perak
Srigunting
Barat
Bayu
Kuning
Pon
Emas
Sapi Gumarang
Tengah
Guru
campuran
kliwon
campuran
kutilapas
Selatan
Brama
merah
paing
suwasa
asu ajag
Utara
Wisnu
hitam
wage
besi
celeng

Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa dalam alam pikir orang Jawa, terdapat pemikiran adanya saling keterikatan yang teratur dan harmonis antara alam semesta, segala sesuatu di dunia termasuk manusia dan kehidupan manusia memiliki hubungan-hubungan dekat terikat dengan semua hal di sekitarnya, baik hidup maupun yang mati, dengan keseluruhan kosmos.
Dengan demikian kondisi tentram dan selamat adalah kondisi yang didambakan seluruh masyarakat dalam kehidupan individu maupun bermasyarakat.
Share this article :

1 komentar:

Rumah Rajut Mahdika mengatakan...

Ini hasil kontemplasi?

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Selamat datang di Sacrosact.blogspot.com - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger